Sunday, August 27, 2017

Kenapa Indonesia Kalah Melawan Malaysia


DUNIA HAWA Rasanya ada yang kurang kalau gak membahas kekalahan Indonesia melawan Malaysia di sepakbola tadi. Sebagai seorang komentator berpengalaman, saya ingin memberi sedikit ulasan dan analisa-analisa ciamik kenapa kita kalah. Komentator kan harus berkomen, biar eksis. Menang kalah itu urusan pemain.

Baik, kita mulai dari penyerang.

Penyerang di timnas Indonesia itu serangannya kurang tajam dan tampak ragu ketika berada di depan gawang lawan. Seharusnya penyerang mencontoh ketegasan First Travel yang sekali menggolkan langsung dapat ratusan miliar dan korban puluhan ribu jamaah.

Strategi serangan massal ini patut dipelajari dengan cermat. Apalagi First Travel kelasnya sudah internasional. Warga Saudi saja ditipunya 24 miliar rupiah. Timnas jangan terus pake gaya Kanjeng Dimas Taat Pribadi yang maenannya sebatas lokal-lokal aja.

Salah satu kelemahan lain dari penyerang kita adalah selalu panik jika di depan gawang lawan.

Ini mungkin karena ada jampi-jampi dari pihak lawan sehingga penyerang langsung melihat wajah kiper berubah menjadi wajah istri di rumah yang galaknya melebih singa apalagi ketika sempat terlontar ucapan tanpa sengaja, "Mah, katanya poligami itu sunnah..."

Semakin panik ketika si kiper eh si istri menjawab, "Poligami tidak semudah memuntahkan spermamu ke lobang yang baru, pah!!" Bayangkan..

Oke, sekarang kita lihat pemain tengah.

Pemain tengah ini juga lemah. Selalu lari tapi jarang dapat bola. Sekalinya lari agak jauh gak kembali lagi. Kalau ditanya rekan satu tim, "Si tengah kemana?" Trus dijawab, "Katanya umroh, tapi kok gak pulang-pulang".

Pemain tengah ini juga terlalu cepat puas. Setiap penyerang hampir meng-golkan, langsung sujud syukur bersamaan. Padahal masih hampir, belum gol beneran. Mereka selalu lupa, "Ini maen bola, bukan Pilpres kawan".

Bek atau pemain belakang juga selalu lupa memainkan strategi Hambalang. Ini strategi cantik, yang memainkan pola "Bangun dan tinggalkan". Dengan pola ini, mereka bisa memangkrakkan penyerang lawan, sampai terkapar.

Kalau sudah terkapar, trus datang ke wasit dengan wajah memelas, "Saya prihatin.." supaya bebas dari kartu kuning yang sudah disiapkan.

Penjaga gawang juga kurang lihai...

Kalau gak ada serangan, mereka malah duduk sampe ketiduran. Gak bergerak, kalau gak ada setoran. Ini kiper apa anggota DPR sih, bang? Dan kalau kebobolan, selalu salahkan Jokowi. Kalau gak salah Jokowi, salahkan Tuhan. "Ini ujian..." sambil tertunduk lesu membetulkan tali kutang.

Pelatih saya rasa juga sangat kurang dalam memainkan strategi lapangan. Lah pola permainan selalu kalau gak 4 1 1, pake yang 2 1 2. Padahal ini kan kesebelasan, pola bermainnya kok cuman buat pemain 5 orang?

Dan pelatih selalu bingung menentukan strategi permainan bertahan atau menyerang. Untuk pola melawan Malaysia tadi, pelatih menggunakan strategi menggelinjang. "Bayangkan gawang itu seperti tante Sonya, Johan..." perintahnya kepada penyerang.

Ini pasti pelatih yang mengalami masa remaja tahun 90-an, yang sekolahnya duduk di bangku belakang sambil membaca stensilan dengan halaman sobek di belakang.

Saya rasa itulah kenapa Indonesia kalah melawan Malaysia. Padahal cukup mudah melawan Malaysia kali ini, soalnya mereka pake sempak aja terbalik semua. Gitu kok mereka bisa menang?

"Wasitnya pasti dibayar!!" Teriak temanku dengan sangar. Ya iyalah, kalau gak dibayar sapa yang mau jadi wasit coba?

Begitulah hasil analisa ciamik pertandingan sepakbola berdasarkan pengamatan seorang pelatih renang. Semoga secangkir kopi malam ini menenangkan, sambil berfikir model sedekah apa lagi ya yang bisa dilakukan supaya bisa dapat komisi 30 persenan? Serufutttt

@denny siregar 

Wednesday, August 23, 2017

Surga di Gagang Sapu


DUNIA HAWA "Kenapa kitab suci selalu menggambarkan surga dalam bentuk duniawi?".

Saya tersenyum. Saya suka membahas agama dalam bentuk konteks - kejadian atau peristiwa pada masanya - daripada teks. Karena dengan konteks akhirnya kita bisa memahami sesuatu dengan logika.

"Saya kasih contoh begini..." Kuseruput kopiku dulu.

"Anggap saja pada tahun 1980-an, emakmu berkirim surat kepadamu. Bunyinya 'Nak, emak kirim uang sekolahmu lewat wessel ya'. Wessel itu adalah sarana pengiriman uang melalui kantor pos.

Kemudian pada tahun 2017, kamu membaca kembali surat itu. Tentu bahasa surat ibumu masih berbunyi wessel, padahal sarana pengiriman uang sekarang sudah bermacam-macam mulai transfer sampai mobile banking.

Apakah surat si emak salah?

Tentu tidak, karena itu ditulis pada masanya, saat sarananya masih wessel. Meski makna mengirimkan uangnya sama, tetapi sarananya sudah berbeda sesuai perkembangan zaman.. "

Kusulut sigaretku. Kuhembuskan asapnya ke atas dan membentuk bayangan peristiwa masa lalu. "Kita coba kembali ke ratusan tahun lalu, masa di mana agama diturunkan. Disini saya mengambil contoh agama Islam.

Islam datang saat masyarakat arab masih jahiliyah, bodoh dan barbar. Mereka hidup dalam ketidak-aturan. Urusan mereka hanya harta, tahta dan wanita. Dan disana -pada waktu itu- kaum lelaki sangat dominan.

Nah, kebayang seorang Rasul menjelaskan konsep 'reward and punishment' kepada manusia pada waktu itu. Sulit sekali, karena keterbatasan pikiran umatnya.

Akhirnya dibahasakanlah konsep 'reward and punishment' -yang kita kenal dengan surga dan neraka- sesuai bahasa dan wujud materi yang dikenal manusia pada waktu itu. Serendah-rendahnya bahasa manusia dengan makna setinggi-tingginya.

Karena buat bangsa arab dulu wanita adalah bagian dari kenikmatan, maka diwujudkanlah surga ada bidadarinya dalam wujud wanita, meski orang juga tidak tahu bidadari sebenarnya itu bentuknya bagaimana..

Karena bangsa arab tinggal di gurun yang panas terik, maka digambarkanlah surga dengan keindahan dunia, ada sungai dan pohon yang sangat sejuk...

Karena dibahasakan dengan bahasa sederhana, bahasa dengan perumpamaan wujud yang mereka kenal di dunia, maka pesan kebaikan pun sampai dan dimengerti manusia pasa zamannya.."

Aku melanjutkan ngopiku.

"Tetapi zaman sekarang tentu berbeda. Manusia sudah mengenal surga dalam ruang - ruang pembahasan filsafat. Sehingga surga lebih dikenal sebagai konsep. Karena dunia surga bukan dunia materi - maka jelas kenikmatannya jauh lebih besar daripada sekedar kenikmatan duniawi...

Apakah Alquran yang dikumpulkan ratusan tahun itu salah?

Tentu tidak. Yang salah adalah manusia sekarang yang menafsirkannya masih memakai pola pikir ratusan tahun lalu. Terjebak teks, lupa melihat kapan agama itu diturunkan.

Sehingga ketika menjelaskan tentang surga ia membayangkan pesta seks dan ngaceng melulu, sama seperti orang arab saat barbar dulu.."

Logika berfikir dan penuangan secara sederhana itu membuka ruang berfikirnya. Ia akhirnya mencoba memahami agama melalui akal dan bukan sebatas dogma..

"Lagian ngapain mikirin surga? Mending sibuk mencari amal, karena banyaknya poin amal akan menimbulkan ketenangan. Dan ketenangan dalam dada manusia itu termasuk surga dunia..."

Aku mengakhir pembicaraan itu. Sudah hampir malam, saatnya pulang.

"Buk, tolong hitung semuanya dan masukkan ke bon saya, ya.. " Kataku.

Si ibu warkop tampak kesal dan memaki dengan medoknya, "Mari ndakik-dakik ngomong surgo, trus ngutang meneh. Bonmu penuh, dul. Kon surgo, awakku neroko !"

Akhirnya -seperti di film- terjadilah kejar-kejaran keliling warung antara seseorang dengan kantong pas-pasan yang dikejar oleh ibu-ibu yang mengayunkan gagang sapu.

@denny siregar